feedburner
INGIN BOCORAN ARTIKEL TERBARU GRATIS
Delivered by FeedBurner

feedburner count

Perbedaan Fungsi Paru Pasien PPOK Yang Menggunakan Terapi Nebulizer Dengan Terapi Intravena di Ruang RSUD


BAB     1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Terapi nebulizer merupakan bagian dari fisioterapi paru-paru (chest physiotherapy). Tepatnya, cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru. Sejak ditemukannya nebulizer pada tahun 1859 di Perancis, nebulizer merupakan pilihan terbaik pada kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah inflamasi atau obstruksi bronkus pada penderita asma atau PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis). Sebagai bronkodilator terapi inhalasi memberikan onset yang lebih cepat dibandingkan obat oral maupun intravena (Winariani, 2002).

Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. Pada dekade mandatang akan meningkat ke peringkat ketiga dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Kondisi ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat. Pengobatan terhadap penyakit ini tidak akan bisa menyembuhkan 100 persen. Sedangkan pengobatan berupa suportif paliatif hanya untuk memperbaiki hidup. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bronkodilator dalam bentuk inhalasi lebih efektif disbanding bronkodilator dalam bentuk parenteral terutama pada PPOK ekserbasi akut dalam serangan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada pasien di ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang selama bulan September-November 2008 tercatat dari 53 pasien yang menderita PPOK yang mendapat terapi melalui inhalasi rata-rata 2 sampai 3 kali kondisinya membaik Indikasi terapi nebulizer untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati: bronchospasme akut, produksi mukus yang berlebihan, batuk dan sesak napas, epiglotitis, sedangkan di ruangan Paviliun Cempaka indikasi dilakukan terapi “nebulizer” adalah bila saat dilakukan pemeriksaan fisik terdengar suara wheezing pada kedua lapang paru.

Terapi ini lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lainpun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk di saluran napas dan paru-paru, sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Pemberian obat dalam bentuk inhalasi ini ditujukan untuk memberikan efek efek lokal yang maksimal di paru dan memberikan efek samping yang seminimal mungkin. Adapun saluran nafas yang dimaksud adalah mulai dari saluran nafas atas, trachea, bronkus, bronkiolus hingga alveoli. Reseptor yang menerima efek bronkodilator dari adenoreseptor terdapat di bawah laring dan tersebar merata sepanjang saluran nafas konduksi. Tujuan pemberian terapi nebulizer adalah dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya (seperti paru) oleh karena itu dosis yang diberikan rendah, dosis yg rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik, pengiriman obat melalui nebulizer ke paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat dari pada rute lainnya seperti subkutan atau oral, udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronchus (Winariani, 2002).
Untuk penatalaksanaan penderita PPOK perlu dilakukan penilaian awal yang teliti mengenai tingkat perjalanan penyakit, lamanya gejala, adanya gangguan faal obstruksi jalan nafas dan derajat obstruksi. Penatalaksanaan selalu mencakup suatu pengobatan yang terarah  dan rasional, bukan semata-mata pengobatan medika mentosa. Prinsip pengobatan terdiri dari usaha pencegahan, mobilisasi dahak yang lancar, memberantas infeksi yang ada, mengatasi obstruksi jalan nafas, mengatasi hipoksemia pada keadaan dengan gangguan faal yang berat, fisioterapi dan rehabilitasi dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana fungsi paru pasien PPOK yang menggunakan terapi nebulizer dengan terapi parenteral di Ruang Paviliun Cempaka  RSUD Jombang.

1.2. Rumusan masalah.
1.2.1 Pertanyaan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana fungsi paru pasien PPOK sebelum dilakukan terapi nebulizer dan terapi parenteral di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang ?
2.    Bagaimana perbedaan fungsi paru pasien PPOK yang dilakukan terapi nebulizer dengan terapi parenteral di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang?
3.    Adakah pengaruh terapi nebulizer terhadap fungsi paru pada pasien PPOK di ruang Paviliun Cempaka  RSUD Jombang?

1. 3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui perbedaan fungsi paru pasien PPOK yang menggunakan terapi nebulizer dengan terapi intravena di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang.
1.3.2 Tujuan khusus
1.    Mengidentifikasi terapi nebulizer dan intravena pada pasien PPOK di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang.
2.    Mengidentifikasi fungsi paru pasien PPOK di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang
3.    Menganalisa perbedaan fungsi paru pasien PPOK yang menggunakan terapi nebulizer dengan intravena  di Ruang Paviliun Cempaka RSUD Jombang

1.4  Manfaat Penelitian
1.   Bagi penulis
Mengetahui pengaruh terapi inhalasi terhadap fungsi paru, sehingga dapat dijadikan sebagai literatur untuk terapi PPOK
2.   Bagi penulis lain
Sebagai bahan masukan untuk penelitihan lebih lanjut
3.   Bagi rumah sakit
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer pada pasien PPOK.



Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.157

untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI