Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Cara Menyusui di Desa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI bahkan ibu yang buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah (Utami Roeli, 2000).
Pemberian ASI yang baik adalah sesuai kebutuhan bayi istilahnya on demand, kalau ASI diberikan pada saat anak sudah menangis sebenarnya itu sudah terlambat karena sudah kelamin. Keberhasilan menyusui harus diawali dengan kepekaan terhadap waktu yang tepat saat pemberian ASI. Kalau diperhatikan sebelum sampai menangis bayi sudah bisa memberikan tanda-tanda kebutuhan akan ASI berupa gerakan-gerakan memainkan mulut dan lidah atau tangan di mulut. Ketepatan waktu saja tidak cukup, tak jarang kegagalan dalam menyusui terjadi. Kegagalan biasanya disebabkan karena tehnik dan posisi yang kurang tepat bukan karena produksi ASI-nya yang sedikit. Kegagalan teknis menyusui bisa terjadi karena bayi yang bersangkutan pernah menggunakan dot (www.tabloidnakita.com).
Kendala terhadap pemberian ASI telah teridentifikasi, hal ini mencakup faktor-faktor seperti kurangnya informasi dari pihak perawat kesehatan bayi, praktik-praktik rumah sakit yang merugikan seperti pemberian air dan suplemen bayi tanpa kebutuhan medis, kurangnya perawatan tindak lanjut pada periode pasca kelahiran dini, kurangnya dukungan dari masyarakat luas (Maribeth Hasselquist, 2006).
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana, seperti cara menaruh bayi pada payudara ketika menyusui, isapan yang mengakibatkan puting terasa nyeri dan masih banyak lagi masalah lain. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui. Orang yang dapat membantunya terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam hidupnya atau disegani seperti suami, keluarga atau kerabat atau kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter atau tenaga kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai tehnik-tehnik menyusui yang benar (Soetjingsih, 1997).
Jumlah bayi di Kabupaten Lampung Timur ada 21.795 bayi, yang di beri ASI Ekslusif 8.185 (37,55%) (Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Timur, 2005). Di desa Sidodadi dengan jumlah penduduk wanita 1.891 dan jumlah bayi sebanyak 85 bayi.
Dari data di atas, terdapat jumlah bayi di Kecamatan Sekampung sebanyak 718 bayi dan 1.430 orang ibu yang menyusui. Di Desa Sidodadi terdapat 85 bayi dengan sasaran ibu yang menyusui sebanyak 170 orang. Berdasarkan hasil prasurvei pada periode bulan (Desember 2006 - Februari 2007) di Desa Sidodadi terdapat 58 orang ibu menyusui yang terbagi dalam 4 dusun yaitu Dusun 1 terdapat : 23 orang ibu menyusui, dari 23 orang ibu menyusui yang mengalami masalah seperti puting susu lecet ada 1 orang, payudara bengkak 18 orang, dan 4 orang lainnya tidak mengalami masalah. Dusun II terdapat 13 orang ibu menyusui, dari 13 orang ibu menyusui tersebut yang mengalami masalah seperti puting lecet ada 4 orang, payudara bengkak 1 orang, dan bendungan payudara ada 1 orang dan 7 orang lainya tidak mengalami masalah. Dusun III terdapat 9 orang ibu menyusui, dari 9 orang ibu menyusui tersebut yang mengalami masalah seperti puting lecet, ada 5 orang, bendungan payudara ada 1 orang dan 3 orang lainnya tidak mengalami masalah. Dusun IV terdapat 13 orang ibu menyusui dari 13 orang tersebut yang mengalami masalah seperti puting lecet ada 6 orang, bendungan payudara 1 orang dan 6 orang lainnya tidak mengalami masalah.
Dengan cara menyusui yang benar masalah-masalah seperti payudara bengkak, puting susu lecet, radang payudara, air susu kurang, bayi bingung puting (karena pemakaian dot atau kempeng) tidak ditemukan lagi/diminimalkan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan ibu menyusui tentang cara menyusui di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimanakah pengetahuan ibu menyusui tentang cara menyusui di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun 2007”.
C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu Menyusui
3. Obyek Penelitian : Pengetahuan ibu menyusui tentang cara menyusui
4. Lokasi Penelitian : Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Mei 2007
6. Alasan Penelitian : Dari hasil prasurvey bulan Desember 2006-Januari 2007 terdapat ibu yang mengalami puting susu lecet sebanyak 16 orang, bendungan payudara 3 orang, payudara bengkak 19 orang, di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur.
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengetahuan ibu menyusui tentang cara menyusui di Desa Sidodadi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur.
Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.102
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI
Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Alat Kontrasepsi KB Suntik Di Kelurahan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Karenanya, hal itu menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009. prioritas ini adalah pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin; penanggulangan penyakit menular, gizi buruk, dan krisis kesehatan akibat bencana; serta peningkatan pelayanan kesehatan didaerah terpencil, tertinggal dan daerah perbatasan serta pulau-pulau terluar (Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003).
Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan kelima di dunia dalam hal jumlah penduduk (Mochtar, 1998). Pada tahun 2003 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 211.000.598 jiwa dengan tingkat kepadatan 113 jiwa per km2 dan angka pertumbuhan penduduk sebesar 1,59% (jumlah penduduk tahun 2002 dilaporkan sebesar 211.000.598 jiwa) (Depkes RI, 2003)
Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI. Dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI telah memadai, hal ini terbukti dengan telah dicanangkannya Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI) oleh Bapak Presiden pada hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 yang betemakan "Dengan Asi, kaum ibu mempelopori peningkatan kualitas manusia Indonsia". Dalam pidatonya presiden menyatakan juga bahwa ASI sebagai makanan tunggal harus diberikan sampai bayi berusia empat bulan. Pemberian ASI tanpa pemberiaan makanan lain ini disebut dengan menyusui secara ekslusif. Selanjutnya bayi perlu mendapatkan makanan pendamping ASI kemudian pemberian ASI di teruskan sampai anak berusia dua tahun. (GNPP-ASI oleh Bapak Presiden tanggal 22 Desember 1990)
Hasil penelitian yang dilakukan di Biro Konsultasi Anak di Rumah Sakit Sedangkan dari hasil perhitungan data susenas tahun 2004 persentase bayi yang mendapat ASI ekslusif usia 0-6 bulan di Provinsi Lampung sebesar 74,4% (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005)
Salah satu kebijakan dalam menanggulangi masalah kependudukan di Indonesia adalah dengan memberikan pengetahuandan pengetahuan tentang kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) secara bertahap agar sikap penerimaan keluarga beras akan dapat diubah lalu dihayati menjadi sikap keluarga kecil menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) (Mochtar, 1998).
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa manfaat KB bagi keluarga sangat besar terutama bagi ibu. Selain itu, KB dan kontrasepsi juga menjamin bahwa bayi akan mendapat nutrisi yang cukup untuk waktu tertentu dengan cara mencegah kehamilan yang terlampau dini setelah melahirkan. Hal ini sangat penting karena ASI merupakan sumber nutrisi dan imunisasi yang paling baik untuk bayi yang sedang tumbuh berkembang dan laktasi juga dapat menunda ferilitas post partum (Hartanto, 2003)
Berdasarkan data di Posyandu Kelurahan Hadimulyo Timur, jumlah ibu menyusui bayi usia 0-6 bulan sebanyak 55 orang yang menggunakan alat kontrasepsi KB suntik. Keterbatasan Pengetahuan ibu menyusui tentang cara menggunakan alat kontrasepsi KB Suntik tersebut selama laktasi dan kurangnya pengetahuan ibu menyusui tentang pengaruh alat kontrasepsi KB Suntik yang digunakan terhadap ASI tersebut merupakan suatu masalah dalam memilih alat kontrasepsi. Data prasurvei bulan April 2008 sebanyak 11 orang ibu menyusui yang menggunakan alat kontrasepsi KB suntik sebanyak 2 orang (18,18 %) di kategorikan baik, 4 orang (36,36 %) di kategorikan cukup, dan 5 orang (72,72 %) di kategorikan kurang.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Bagaimana Pengetahuan Ibu Menyusui tentang Alat Kontrasepsi KB suntik di Kelurahan Hadimulyo Timur.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana Pengetahuan Ibu Menyusui tentang Alat Kontrasepsi KB Suntik di Kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan ....... .......?”.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam Penelitian ini, penlis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuanibu menyusui tentang alat kontrasepsi KB Suntik
3. Subjek Penelitian : Semua ibu menyusui bayi umur 0-6 bulan dengan alat kontrasepsi KB Suntik
4. Lokasi Penelitian : Pustu dan Posyandu Kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan ....... .......
5. Waktu Penelitian : Bulan Mei 2008
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Pengetahuan ibu menyusui tentang alat kontrasepsi.
2. Tujuan Khusus.
a. Untuk mengetahui Pengetahuan ibu menyusui tentang pengertian kontrasepsi KB Suntik.
b. Untuk mengetahui Pengetahuan ibu menyusui tentang jenis kontrasepsi KB Suntik.
c. Untuk mengetahui Pengetahuan ibu menyusui tentang keuntungan dan kerugian alat kontrasepsi KB Suntik
d. Untuk mengetahui Pengetahuan ibu menyusui tentang efek samping kontrasepsi.
e. Untuk mengetahui pengetahuan ibu menyusui tentang waktu menggunakan kontrasepsi KB Suntik.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk memperoleh informasi yang jelas mengenai pengetahuan ibu menyusui tentang alat kontrasepsi KB Suntik di kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan ....... ......., sehingga pengetahuan dan wawasan kebidanan dapat bertambah serta sebagai penerapan ilmu yang didapat oleh peneliti.
2. Bagi Ibu Menyusui
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan ibu menyusui tentang alat kontrasepsi sehingga ibu dapat mengetahui alat kontrasepsi khususnya KB suntik.
3. Bagi Posyandu Hadimulyo Timur
Sebagai masukan dalam meningkatkan pengetahuan ibu menyusui tentang alat kontrasepsi KB Suntik.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi, berkaitan dengan pengetahuan tentang alat kontrasepsi KB Suntik.
Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.101
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI
Kehamilan dengan Molahidatidosa
Kehamilan dengan Molahidatidosa:
Dapatkan Artikel Selengkapnya - Kehamilan dengan Molahidatidosa
A.Pengertian
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000 dan Unpad, Obstetri Patologi, 1984)
B.Etiologi
Belum diketahui pasti ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi makanan dan genetik. Faktor risiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah, usia di bawah 20 tahun dan paritas tinggi (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000).
C.Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih biasanya tidak ada janin, hanya pada molapartialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid dan hampir pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang pada keduanya (UNPAD, Obstetri Patologi, 1984).
D. Manifestasi klinis
- Aminore dan tanda – tanda kehamilan
- Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena perdarahan ini pasien biasanya anemis.
- Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
- Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto. Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin
- Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama.
- Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
- Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah berat. (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000)
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sonde uterus (hanifa)
2. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan
3. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin
4. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern)
5. Foto torake ada gembaran emboli udara
6. Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala hiotoksikosis
(Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000)
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru
2. Pemeriksaan fisik
Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif denyut jantung janin negatif
3. Pemeriksaan penunjang (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000)
G. Diagnosis Banding
Hampir 20% molahidatidosa komplet berlanjut menjadi choriocarcinoma. Sedangkan molahidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosi atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, 2000).
H. Penatalaksanaan
- Perbaiki keadaan umum
- Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh.
- Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histerotomi.
- His teroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga
- Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi
- Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif (Taber Benzlon, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi, 1994)
Persalinan dengan kala II Memanjang
Persalinan dengan kala II Memanjang:
Dapatkan Artikel Selengkapnya - Persalinan dengan kala II Memanjang
A. Pengertian
Persalinan kala II memanjang (prolonged expulsive phase) atau disebut juga partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir. Biasanya persalinan pada primitua dapat terjadi lebih lama. Menurut Harjono, persalinan kala II memanjang merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala – gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (IUFD).
B. Etiologi
Sebab – sebab terjadinya yaitu multikomplek atau bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.
Faktor – faktor penyebabnya adalah :
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan – kelainan panggul
3. Kelainan his dan mengejan
4. Pimpinan partus yang salah
5. Janin besar atau ada kelainan kongenital
6. Primitua
7. Perut gantung atau grandemulti
8. Ketuban pecah dini
C. Gejala Klinik
a. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat. Di daerah lokal sering dijumpai : Ring v/d Bandl, edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.
b. Pada janin
- Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif.
- Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan dan berbau
- Caput Succedeneum yang besar
- Moulage kepala yang hebat
- IUFD (Intra Uterin Fetal Death)
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II memanjang yaitu dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, sectio caesaria, dan lain-lain. Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut :
a. Tetap melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu :
- Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan : Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
- Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
- Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
- Tentramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala II persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
- Bantu ibu memilih posisi yang nyaman saat meneran
- Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan nafas. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
Alasan : Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
- Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan
Alasan : Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al, 2000).
- Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayinya. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong akan melakukannya, jawab aetiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD, DJJ, periksa dalam).
b. Mendiagnosa kala II persalinan dan memulai meneran :
- Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)
- Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam
- Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam
- Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah lengkap (10cm) lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI
- Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan disekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua temuan dalam partograf
- Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menehan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
- Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan dalam partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat disetiap kontraksi.
- Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi dan catatkan semua temuan dalam partograf.
- Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit, stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi.
- Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran disetiap puncak kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.
- Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-panggul (CPD).
- Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)
a. Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infus oksitosin
b. Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
1) Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala di stasion (O), lakukan ekstraksi vakum atau cunam
2) Jika kepala diantara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di antara stasion (O)-(-2), lakukan ekstraksi vakum
3) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesarea.
Persalinan dengan Kala III Memanjang
Persalinan dengan Kala III Memanjang:
Dapatkan Artikel Selengkapnya - Persalinan dengan Kala III Memanjang
Kala III dimulai segera setelah lahir sampai lahirnyanya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdaraan post partum adalah ketika plasenta lahir. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas atau tidak keluar, maka perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekaniske fisiologi yang menghentikan perdarahan. Manajemen aktif pada kala III persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan post partum.
1. Tanda-Tanda Lepasnya Plasenta
Tanda-tanda lepasnya plasenta menurut Buku Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini (2008 : 124) yaitu :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur melalui vulva
c. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang didalam dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
2. Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanan fisiologi. Sebagian besar besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yagn sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Keuntungan-Keuntungan Manajemen Aktif Kala III
a. Persalinan kala tiga yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama, yaitu :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c. Masase fundus uteri
3. Pemberian Suntikan Oksitosin
a. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI
b. Letakkan kain bersih di atas perut ibu
c. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
d. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
e. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntik oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis)
4. Penegangan Tali Pusat Terkendali
a. Berdiri disamping ibu
b. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva
c. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah luma dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadi inversio uteri
d. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegan tali pusat terkendali.
e. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat) atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
f. Tetapi jika langkah 5 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
1) Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
2) Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dingin uterus.
g. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
h. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
i. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban
j. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau streil atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Netalon disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso kranial seperti yang diuraikan di atas.
Setelah lahirnya plasenta harus diperiksa kelengkapannya dan masase uterus dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus serta periksa perineum dari perdarahan aktif. Pada prinsipnya pencegahan perdarahan postpartum yaitu dengan meningkatkan kontraksi uterus dan mempercepat kala III persalinan ini.
Heating Perineum
Heating Perineum:
Dapatkan Artikel Selengkapnya - Heating Perineum
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat bersal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau spekulum.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Jika perlukaan hanya mengenai bagian luar (superfisial) saja atau jika perlukaan tersebut idak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya perlukaan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau perlukaan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan.
Tujuan dari pejahitan perlukaan perineum / episiotomi adalah :
1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan.
2. Untuk menghentikan perdarahan
Robekan perineum dibagi 4 tingkat :
- Tingkat I : robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit perineum
- Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aransersalis, tetapi tidak mengenai otot sfingerani
- Tingkat III : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingerani
- Tingkat IV : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingterani dan mukosa rektum
Langkah-langkah pejahitan robekan perineum (Rasionalisasi)
a. Persiapan Alat
1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan
- Wadah berisi :
Sarung tnagna, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet
- Kapas DTT
- Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT
- Patahkan ampul lidokain
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
5. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air mengeliar
6. Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7. Ambil spuit dengan tangan yang berasarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT
8. Lengkapi pemakaian sarunga tangan pada tangan kiri
9. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum
10. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua.
b. Anestesi Lokal
1. Beritahu ibu tentang apa yang akan dilakukan
2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa vulva.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka pada mukosa vagina
6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
c. Penjahitan Laserasi pada Perineum
1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar pada luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6. Pidahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan jari ke dalam rektum
8. Periksa ulang kembali pasa luka
9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang diinginkan
10. Nasehat iibu untuk :
a. Menjaga perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
c. Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka
MACAM – MACAM JAHITAN
a. Jahitan Kulit
1. Jahitan interrupted :
a) Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
2. Jahitan Matras
a) Jahitan matras vertikal
Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lemak subkutisnya dan tepi satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lunak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke dalam.
b) Jahitan matras horizontal
Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena membuat kulit diatasnya terlihat bergelombang
3. Jahitan Continous
a) Jahitan jelujur : lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka.
b) Jahitan interlocking, feston
c) Jahitan kantung tembakau (tabl sac)
4. Jahitan Subkutis
a. Jahitan continous : jahitan terusan subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pad aluka yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.
b. Jahitan interrupted dermal stitch
5. Jahitan Dalam
Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat dari guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar berupa darah atau serum.
• Penanganan Komplikasi
1. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
2. Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka
- Lalu berikan terapi ampisilin 500 mg per oral 4 x sehari selama 5 hari
- Dan metronidazol 400 mg per oral 3 x sehari selama 5 hari
• Perawatan Pasca Tindakan
1. Apabila terjadi robekan tingkat IV (Robekan sampai mukosa rektum), berikan anti biotik profilaksis dosis tunggal
- Ampisilin 500 mg per oral
- Dan metronidazol 500 mg per oral
2. Observasi tanda-tanda infeksi
3. Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enam selama 2 minggu
4. Berikan pelembut feses selama seminggu per oral
Tehnik Insersi dan Pengeluaran Implant
Tehnik Insersi dan Pengeluaran Implant:
Dapatkan Artikel Selengkapnya - Tehnik Insersi dan Pengeluaran Implant
Tehnik Insersi Implant
Pemasangan dilakukan pada bagian dalam lengan atas atau lengan bawah kira-kira 6-8 cm diatas /bawah siku, melalui insisi tanggal dalam bentuk kpas dan di masukan tepat di bawah kulit, perhatikan aseptis dan anti septis untuk memasang Implant (norplant)
- Cuci daerah insersi dengan alcohol dan anti septic dan tutup sekotar daerah insersi dengan kain steril
- Lakukan anesrtesi local (lidocain 1%) pada daerah insersi
- Dengan pisan scalpel di buat insisi 3 mm sejajar dengan tekanan ke atas dan tanpa merubah sudut pemasukan
- Masukkan ujung torcar melalui insisi sambil melakukan tekanan keatas dan tanpa merubah sudut pemasukan.
- Masukan Implant kedalam trocarnya dengan batang pendorong Implant di dorong perlahan-lahan keujung trocar sampai treasa adanya tahunan, kemudian trocar perlahan-lahan di tarik kembali sampai garis batas dekat uung trocar terlihat pada insisi dan terasa implant keluar dari trocarnya. Raba lengan dengan jari untuk memastikan implant sudah berada pada tempatnya dengan baik.
- Ubah arah trocar sehingga implant berikutnya berada 15o dari implant sebelumnya
- Setelah semua implant terpasang lakukan penekanan pada tempat luka insisi dengan kasa steril untuk mengurangi perdarahan.
- Luka insisi ditutup dengan kopres kering lalu lengan di balut dengan kasa untuk mencegah perdarahan.
Teknik pengeluaran Implan
Up implant umumnya lebih sulit dari insersi personal dapat timbul bila implant di pasang terlalu dalam atau bila timbul jaringan fibrous sekeliling implant.
Untuk Mengeluarkan Implant :
1. Cuci tangan akseptor dengan aseptis dan anti septis
2. Ttuka lokasi dari implant dengan jari-jari tangan
3. Suntikan anestasi local di bawah implant
4. Buat satu insisi 4 mm sedekat mungkin pada ujung-ujung implant pada daerah alat kipas
5. keluarkan implant pertama yang terletak paling dekat ke insisi atau yang treletak paling dekat ke permukaan
6. lakukan up implant dengan cara pop out/standard
7. berikan anestesi lagi bila di perluka untuk mengluarkan implant yang lain
8. tutup dan bungkus luka insisi seperti pada aat insersi.
9. up im;ant di batasi sampai wkatu 45 menit
10. setelah selesai up implant, rendam semua alat-alat yang sudah terpakai dalam cairan klorin 0,5% untuk dekontaminasi alat-alat tersebut.
4 (Empat) cara pengeluaran UP Implant (Norplant)
1. Cara Pop Out
Dorong ujung kapsul (arah bahu) kearah distal dengna ibu jaring sehingga mendekati lubang insisi, sementara jari telunjuk menahan bagian tengah kapsul sehingga ujung distal kapsul mendalam kulit.
2. Cara Standard
Jepit ujung distal kapsul dengan klem mosguito sampai kira-kira 0,5-1 cm dan ujung klemnya masuk di bawah kulit melalui lubang insisi, putar klem pada posisi 180 derajat di sekitar sumbu utamanya mengarah ke bahu akspetor
Berihksan jaringan-jaringan yang menempel di sekeliling klem dan kapsul dengan scalpel atau kasa steril sampai kapsul terlihat dengan klem circle, lepaskan klem mosquito dan keluarkan kapsul dengan klem circle.
3. Cara "U"
Dibuat insisi memanjang selebar 4 mm kira-kira 5 mm proksimal porksimal dari ujung kapsul ketiga dan ke empat. Kapsulnya yang akan di cabut di fiksasi dengna melatakkan jari telunjuk tangan kiri sejajar di samping kapsul-kapsul dipegang dengan klem lebih kurang 5 mm dari ujung distalnya kemudian di putar kearah pangkal atas bahu akspetor sehingga jaringan yang menyelubungi dengna memakia scalple untuk sterusnya di cabut keluar.
4. Cara tusuk "MA"
Memakai alat Bantu kawat atau jari roda sepada, satu ujung di lengkungkan sepanjang 0,5-1,5 mm sudut 90o dan di perkecil serta di runcingkan, sedang ujung yang lain di lengkungkan dalam satu bidang dengan lengkungan runcing tadi di pakai untuk pegangan operator, setelah kapsul di jept dngan pinset/klem arteri, jaringan ikat di bersihkan dengna pisau sampai kpasul tampak putih kemudian alat tusuk "MA" di tusukkan pada kapsul serta terus di kait keluar atua setelah kapsul di jepit dengan pinset/klem arteri, alat tusuk "MA" di tusukkan kedalam kapsul sambil di ungkit kearah luka insisi lalu pinset/kelm arteri, di lepaskan dan dengan pisau kapsul di bebaskan dari jaringan ikat, lalu di ungkit keluar dari luka insisi.
Langganan:
Postingan (Atom)